Ketulusan atau Validasi? Sebuah Renungan Tentang Support Sesama Perempuan
Ada
satu hal yang selalu menarik perhatian saya bagaimana kita sering kali
tertarik pada sosok yang tampak mendukung perempuan lain melalui berbagai
aktivitas sosialnya. Sebuah inspirasi di balik tulisan-tulisan mereka yang
seolah mengangkat semangat perempuan, memberi harapan, dan merangkul
solidaritas. Namun, terkadang semakin kita mengenal seseorang, semakin banyak
sisi lain yang terungkap, yang membuat kita bertanya-tanya, apakah dukungan ini
benar tulus atau hanya haus akan validasi?
Saya
pernah berjumpa dengan seorang perempuan yang aktif berbagi tentang hidup
sehat, produktivitas, dan 'self-love'. Awalnya, saya merasa dia mampu
memotivasi banyak orang melalui apa yang ia bagikan. Namun, lama-kelamaan, saya
mulai melihat pola yang berbeda. Ada semacam kebutuhan akan pujian untuk setiap
hal yang ia lakukan. Bahkan untuk hal-hal sederhana, seperti minum air putih,
ia merasa perlu berbagi dengan dunia, dilengkapi dengan caption yang tampak
berlebihan.
Yang
membuat saya tertegun adalah bagaimana dia berinteraksi dengan laki-laki,
terutama mereka yang sudah memiliki pasangan. Meski secara terbuka dia
berteriak bahwa dia mendukung perempuan, tindakannya terasa berlawanan. Dia
sering meminta bantuan dari pria-pria ini yang bukan pasangan hidupnya untuk
hal-hal yang seharusnya bisa dihindari, seperti meminta diantar makanan. Hal
ini bukan hanya menimbulkan kecemburuan dari pasangan pria tersebut, tetapi
juga membuka celah bagi kesalahpahaman yang bisa berujung pada konflik.
Ketika
pasangan-pasangan dari pria tersebut merasa tidak nyaman, ia justru bersikap
santai dan menganggap ini adalah hal wajar. "Sudah sering ada wanita yang
cemburu pada saya," begitu katanya, seolah-olah dia terbiasa dengan
situasi ini. Namun, di mana letak empati dan kepedulian terhadap perasaan
sesama perempuan?
Bagi
saya, situasi ini adalah sebuah refleksi tentang bagaimana kita, sebagai
perempuan, harus lebih peka. Jika kita ingin benar-benar mendukung sesama
perempuan, dukungan itu harus nyata dalam tindakan, bukan hanya kata-kata.
Menjaga batasan yang sehat dalam hubungan dengan lawan jenis, terutama ketika
mereka sudah memiliki pasangan, adalah salah satu bentuk dukungan tersebut.
Saya
tidak menulis ini untuk menghakimi, tetapi sebagai bahan renungan bagi kita
semua. Apa yang kita bagikan di media sosial, apa yang kita lakukan dalam
keseharian, seharusnya selaras dengan nilai-nilai yang kita bawa. Mari kita
jaga agar semangat women
support women bukan hanya slogan, tetapi juga tercermin dalam
tindakan nyata yang tidak menyakiti hati perempuan lain.
Semoga
ini bisa jadi pengingat bagi kita semua untuk terus introspeksi diri dan tetap
menjaga hubungan yang sehat, baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.
With
Love
Desti
Wulandari
Komentar
Posting Komentar